image source seword |
Sejak lulus SMK pada tahun 2012, saya yakin bahwa saya akan
memasuki fase hidup yang amat menjemukan yaitu kerja. Sebagai alumni siswa SMK
jurusan Akuntansi yang masih njelimet memilah mana angka yang harus jadi debit
dan kredit, saya yakin bahwa hari-hari kedepan saya akan jadi hari yang penuh
tekanan dengan angka-angka yang bahkan saya sendiri gak akan pernah megang uang
dari angka-angka yang saya adminkan.
Dan benar saja, di tahun pertama ketika saya bekerja, kepala
saya hampir pecah. Untuk seorang alumni dengan perbekalan ilmu akuntansi
alakadarnya, menjadi staff pajak di sebuah perusahaan besar itu sama rasanya
kayak kita harus bakar sate yang bara-nya gak dikipasin tapi ditiup. Dan kalo
dikatakan itu adalah proses awal, tapi dalam hati saya berkata, ini bukan
tempat untuk berproses lagi, ini adalah medan tempur, sedangkan saya jangankan
menembak, membedakan mana musuh mana kawan saja sulit (kira-kira begitu
ibaratnya).
Sejak saat itu saya semakin yakin, ini bukan hal yang saya
cari, dan pada akhirnya, belum genap satu tahun saya pun mengundurkan diri dari
perusahaan tersebut. Lalu apa hal tersebut salah ? Tidak, tapi menyesal ? Tentu
iya. Karena itu adalah pertama kalinya saya masuk ke dalam dunia kerja,
pastinya saya sudah mulai terbiasa mendapatkan penghasilan, dan ketika saya
harus resign ? Sedikit banyaknya saya sangat merindukan pundi-pundi kantong
saya kembali semarak dengan suara gesekan lembaran uang yang mengisi saku dan
dompet saya.
Selama bekerja sebagai staff pajak, saya malah beranggapan
bahwa sebenarnya pekerjaan yang cocok dengan saya ini adalah pekerjaan yang
lebih banyak melakukan komunikasi antar individu, ketimbang menatap layar
komputer dan menyusun laporan keuangan seharian. Tentu saja pekerjaan itu
adalah telemarketing, atau customer service.
Bak gayung bersambut, selang beberapa bulan saya menganggur
akhirnya ada juga panggilan kerja sebagai telemarketing di satu perusahaan
outsource di wilayah Jakarta Pusat. Tanpa pikir panjang, saya segera menerima
tawaran tersebut, mengingat pada saat itu datangnya bulan suci Ramadhan sudah
semakin dekat, tentu sebagai Muslim Indonesia tidak punya pegangan (uang) pada
saat hari Raya Idul Fitri bisa dikategorikan sebagai makhluk yang amat merugi.
Dan ternyata menjadi seorang telemarketing tidak semudah
yang saya bayangkan, meski hanya lewat telepon, nyatanya berkomunikasi dengan
orang yang belum kita kenal itu sulit. Jangankan menawarkan produk yang kita
jual, untuk mengucap dan mencari kalimat pembuka sebelum masuk ke sesi
penawaran saja saya kelimpungan. Karena produk yang saat itu saya tawarkan
adalah asuransi jiwa, maka saya pikir hal yang paling akan menarik minat
konsumen untuk membeli produk yang saya jual adalah dengan berbicara tentang
kematian.
Sudah bisa ditebak hasilnya, dari 20 data konsumen yang
dibagi kepada saya pada hari pertama, Cuma satu orang yang kuat berbicara
dengan saya sampai 3 menit, itupun karena salah sambung, dan 19 lainnya sholat
Tobat.
Jujur saja, meski demikian saya menikmati, karena saya pikir
toh apapun yang saya ucapkan kepada mereka, tidak akan ada yang mengetahui
bentuk dan rupa wajah saya. Jadi apapun yang saya katakan terhadap mereka poin
yang paling pentingnya adalah “saya sedang jualan”, apalagi mengingat bahwa
sebenarnya ini adalah pekerjaan yang dari dulu saya sudah cari.
Tapi rupanya, tekanan seorang telemarketing itu tinggi,
targetnya pun bukan main-main. Buat yang sudah senior pada saat itu dalam satu
hari minimal mereka bisa menjaring satu konsumen yang mau mendaftar asuransi
tersebut, dan untuk karyawan baru seperti saya, minimal konsumen harus tahan
bicara dengan saya hingga 20 menit lebih, namun tetap saja dalam satu bulan
saya harus menghasilkan paling sedikit satu orang yang mau mendaftarkan diri.
Setelah hari raya Idul Fitri sudah selesai maka saya
putuskan untuk angkat kaki dari perusahaan tersebut. Lalu setelahnya saya
semakin sadar, bahwa benar apa yang dikatakan oleh orang-orang, mencari
pekerjaan itu sama sulitnya dengan nikung gebetan yang punya pacar anggota
Brimob, selain susah tapi juga mengerikan.
Selang 3 bulan menganggur tepatnya pada bulan September 2013
saya diterima disebuah perusahaan start up yang bergerak di bidang penjualan
properti. Saat itu saya berposisi sebagai data entry, oh iyah data entry adalah
jenis pekerjaan terakhir yang saya temukan, dan saya anggap masih cocok dengan
saya karena jauh dari angka-angka akuntansi.
Meski demikian, bekerja sebagai data entry tetap saja
diberikan target minimal dari data yang kita upload per harinya. Kalau tidak
salah target pada saat itu minimal saya harus bisa input listing properti ke
website sebanyak 170 listing. Jika kurang dari itu, maka masa probation saya
bisa-bisa selesai lebih awal.
Sekitar 8 bulan saya bekerja disana, tanpa tendeng
aling-aling saya diberhentikan. Jelas rasanya sama seperti ketika kita sedang berada
di pegunungan yang sejuk, tiba-tiba ada orang yang memutar lagu Young Lex.
Tentu saya kesal, gusar, karena banyak hal yang sudah saya siapkan untuk masa
depan saya selama bekerja sebagai data entry disana. Dan akhirnya, kembali saya
menjadi seorang pengangguran di Ibukota negara yang katanya hanya dengan
melempar tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman.
Namun, berkat komunikasi dengan orang dalam yang terus
terjaga hanya selang 2 bulan saya kembali ditarik masuk ke dalam perusahaan
start up properti tersebut. Sebelumnya dijelaskan via telepon bahwa saya akan
kembali diposisikan sebagai penjaga gawang, namun karena perusahaan tersebut
bukan klub sepakbola, akhirnya saya kembali diposisikan sebagai data entry.
Akan tetapi ada yang berbeda, jika sebelumnya sebagai data entry
saya bertugas untuk melakukan input listing properti, kali ini saya ditugaskan
untuk mengisi table yang di dalamnya sudah berisi beberapa petunjuk seperti,
“posting Facebook”, “posting Twitter” dan posting ke media sosial lain. Bahkan
juga disitu tertulis ada publish blog, comment blog, thread forum, dll.
Saya sedikit bingung, namun setelah dijelaskan bahwa semua
hal tersebut bertujuan untuk menaikkan situs web perusahaan tempat saya bekerja
ke halaman #1 Google sedikitnya saya mengerti apa tujuan saya melakukan hal
tersebut. Namun tetap saja saya tidak mengerti bagaimana semua hal tersebut
akan memberikan efek pada sebuah website di mesin pencari Google, karena yang
paling penting buat saya adalah kerja.
Sebagai orang yang pernah bekerja dengan urusan administrasi
yang hanya mengenal angka, dan telemarketing yang tekanan pekerjaannya amat
tinggi. Kali ini bekerja dengan Facebook, twitter dan sosial media lainnya buat
saya ini seperti satu hal yang sudah biasa saya lakukan, sehari-hari bahkan.
Mungkin hanya blogging dan thread forum yang buat saya masih agak baru.
Dan setelah dipelajari ternyata blogging itu isinya hanya
buat artikel, sama juga dengan thread forum yang kalau kita lihat garis
besarnya adalah membuat karya tulis juga. Menurut saya pekerjaan ini sudah
seperti hobi yang dibayar, minat saya menulis sejak saat itu tinggi sekali. Setelah
berkecamuk dengan pekerjaan membosankan dan yang menjengkelkan akhirnya saya
menemukan apa yang sebenarnya menjadi passion
saya sendiri.
Bayangkan jika sebelumnya anda bekerja dengan angka, menjual
produk lewat telepon kali ini anda hanya perlu duduk di depan komputer lalu
buka Facebook, Twitter, Blog,Forum, bahkan Youtube, hal yang sebelumnya sangat
sulit saya lakukan di tempat kerja terdahulu namun sanga ingin sekali saya
lakukan untuk mengusir penat akibat kerjaan.
Karena ini menjadi hal yang baru buat saya, maka saya
mencoba mencari informasi berapa bayaran maksimal untuk pekerjaan yang seperti
ini. Pertama saya agak bingung namanya apa, karena dalam tabel yang saya isi
itu hanya dinamai sebagai tabel “internet marketing”.Setelah mencari informasi
di Google, ternyata pekerjaan yang biasa saya lakukan itu disebut SEO (Search
Engine Optimization). SEO atau yang dalam Bahasa Indonesia sering diartikan
sebagai mengoptimalkan mesin pencari adalah sebuah tehnik yang sering digunakan
para pemilik website agar websitenya bisa nangkring di halaman 1 mesin pencari,
dan yang paling lumrah digunakan adalah Google.
Tentu buat saya ini menarik, selain itu buat saya SEO juga
menjanjikan, terlebih setelah melihat batasan bayaran seorang SEO professional
di perusahaan lain yang sangat tinggi, pastinya membuat saya semakin semangat
untuk terus mengembangkan ilmu SEO yang saya dapat ini.
Tak lama berselang tim SEO saya kedatangan satu orang SEO
professional yang sudah lama menggeluti bidang tersebut. Yah barang kali anda
kenal, orang itu bernama Saiful Kamali. Melalui berbagai pertimbangan akhirnya
saya dan teman-teman lainnya pun bekerja dengan Bang Saiful Kamali atau yang
biasa saya panggi Bang Ipul atau sekarang Pak Haji.
Tanpa sungkan, ia pun mengajari bagaimana tehnik SEO yang
benar, serta tehnik link building yang sesuai dengan algoritma Google. Saya pun
tak melewatkan satu kata yang ia keluarkan, bahkan suara bersinnya pun saya
ingat. Semua adalah semata-mata karena saya serius mempelajari apa yang dia
berikan.
Namun sayang, tak sampai lebih dari 2 minggu ia mengajari ilmu-ilmu
SEO kepada saya kembali, tanpa alasan yang jelas saya diberhentikan secara
mendadak. Dan kali ini rasanya sama seperti ketika sedang berjemur di pantai
tiba-tiba adalagi yang memutar lagu Young Lex, tapi kali ini duet dengan
Awkarin.
Saat itu saya kecewa berat, disaat saya yakin bahwa saya
sudah menemukan apa yang saya cari tiba-tiba semua itu dirampas. Jujur saja,
setelahnya saya hampir frustasi. Saya rasa mimpi untuk menjadi seorang SEO
professional dengan bayaran yang tinggi itu hampir mustahil.
Sampai pada akhirnya saya dengan modal nekat mencoba untuk
mencari lowongan pekerjaan untuk SEO disitus pencari kerja. Dan, sekali lagi
tidak sulit untuk menemukan hal tersebut, dan 2 hari setelah panggilan kerja
saya pun diterima sebagai SEO professional untuk pertama kalinya, dan hanya
dengan modal belajar selama 2 minggu yang diberikan.
Sulit tentu saja, tapi ini yang dinamakan passion, saya bisa
menikmati tekanan demi tekanan yang datang. Hasilnya, adalah saya masih terus
bertahan lebih dari satu tahun dengan ilmu yang awalnya hanya saya dapat dalam
kurun waktu 2 minggu, sebelum pada akhirnya saya kembali bekerja bersama Bang
Ipul. Dan, SEO juga yang mengantarkan saya untuk pertama kalinya menginjakan
kaki ke pulau dewata, tanpa harus mengeluarkan biaya untuk tiket pesawat.
"Jadi, dengan menekuni pekerjaan yang sesuai dengan passion anda, semua tekanan yang sebenarnya sangat berat akan terasa ringan, terkecuali jika anda kerja sambil ngangkat lemari."
Namun yang paling penting adalah ketika anda menemukan pekerjaan
yang anda anggap sesuai dengan passion anda satu hal yang paling penting adalah
anda harus terus mengembangkan apa yang sudah anda dapat. Contoh jika anda
seorang pekerja IT, maka anda harus mampu
mengikuti perkembangan teknologi tiap menit, atau bahkan tiap detik.
Pun demikian dengan seorang SEO, anda harus mampu mengikuti
perkembangan algoritma mesin pencari yang menjadi acuan anda melakukan
optimasi. Caranya adalah dengan terus menggali informasi dari segala sumber
yang anda. Karena apa yang anda lakukan hari ini, efeknya belum tentu sama jika
anda melakukan hal tersebut dikemudian hari, ingat segala sesuatunya pasti akan
terus berkembang.
Namun untuk anda yang merasa belum menemukan passion dalam
berkarir, mungkin anda belum mencoba satu hal, yaitu keluar dari zona nyaman anda!!!
0 Komentar untuk "Menemukan SEO, Menemukan Passion"