Dhika Anugerah Blog

Orangnya asik kok, gak banyak nuntut. Baca aja dulu kalo suka makasih yah kalo belum suka yah baca lagi :)

Ngedumel, Tentang Menyikapi Kegagalan

Saya gak tahu akan menjadi apa tulisan kali ini, karena niat pertama saya buka laptop yah sebenarnya cuma mau ngedumel ngeluarin uneg-uneg. Tenang, ndumelan saya kali ini gak akan sesarkas bahasa-bahasa cabe-cabean yang behelnya mulai kendor, sebagai laki-laki yang mengidolakan Buya Hamka, saya akan tetap cool dan idealis walaupun isi dari tulisan ini agak sedikit gak karuan.

Sudah hampir setengah bulan ini saya sedikit gundah gulana, gak ngerti harus ngapain. Rasanya bingung aneh, rasanya ingin terus ngedumel, bahkan secara tak sengaja saya pernah memaki pengendara sepeda motor yang jalan di trotoar.

Walaupun demikian, isi dari tulisan ini bukan ditujukan kepada Manchester City yang kalah dalam derby Manchester, dan menjadi tim pesakitan yang menghuni peringkat keempat dalam klasemen BPL. Bukan juga tentang gaya mainnya yang seolah jadi tim medioker di daratan Britania. Atau tentang kegelisahan tentang apa yang dilakukan oleh seorang Pamela Safitri merupakan bentuk perlawanan dalam konteks independensi foto selfie.

Jika sebelumnya saya menulis esai, kali ini saya menulis tentang dumelan. Cepat sekali berubah bukan ? Yah, sungguh cepat bahkan teramat cepat, karena tidak ada sesuatu yang dapat bertahan dan kekal di dunia ini. Perasaan dan takdir itu sangat berkorelasi, bila takdir mengizinkan maka perasaan pun bisa langsung berubah.

Sebenarnya saya juga masih belum mengerti apa yang akan saya tuliskan kali ini, saya juga bingung bagaimana mau ceritanya. Tapi yah saya biarkan sendiri jari dan hati saya menuliskan setiap kalimat demi kalimat disini. Kalau berbicara tentang apa yang saya lakukan dan saya korbankan untuk dia, dan semua hal yang tidak terbalaskan, tidak etis rasanya. Hal tersebut malah akan menegaskan bahwa saya adalah manusia paling pamrih se Mangga Besar.

Kalau saya mau menilai untung apa rugi, yah jelas rugi. Tapi cinta bukan bisnis yang hanya bicara soal untung dan rugi, semua hal yang dilakukan atas motivasi perasaan yah harus ikhlas, bahasa idealisnya yah legowo.

Kata orang-orang lelaki sejati itu tetap dapat menerima jenis penolakan apapun yang dilakukan oleh para perempuan, ingat yahhh PENOLAKAN, bukan PENGGANTUNGAN. Rekan sejawat saya yang dinamai Ahmad Komarudin oleh kedua orang tuanya pernah bilang “laki-laki harus tegas, kalo ada sistem pergantungan yah harus berani ambil keputusan.”

Sejak perkataan rekan saya tersebut, saya mulai yakin kalau hal-hal yang menggantung hanya dikuasai oleh personil Duo Serigala dan sistem kepemerintahan saat ini. Jadi maksudnya adalah kalau ditolak yah legowo kalau digantung yahh berontak. Awalnya hal yang saya sadari ini hanyalah penolakan, tapi lama kelamaan malah menjadi penggantungan. Kalaupun ini penolakan dalam bentuk penggantungan atau sebaliknya, jelas saya tidak hanya harus legowo, tapi yah harus berontak juga.

Pada akhirnya pun saya resign dalam menyikapi penolakan dengan keidealisan saya, menyikapinya dengan positif hanya akan membuat saya capek teraniaya dengan perasaan saya sendiri. Mungkin dalam tulisan kali ini saya juga harus sedikit bersikap provokatif tapi tetap idealis.

Coba satu tahun yang saya berikan ternyata tidak cukup untuk meluluhkan, saya hanya bingung kenapa ada orang yang masih saja bertahan dalam keadaan hidup redam seperti itu. Lampu dirumah saya saja segera saya ganti jika sinarannya mulai meremang dan terasa inkonsisten.

Tapi ini soal perasaan, perempuan kenapa enggan sekali berpikir kedepan dan visioner, serta mempertimbangkan keputusannya untuk bertahan ? Lampu yang sinarannya sering kedap-kedip dapat merusak pengelihatan kita, bagaimana dengan hati ? Hubungan yang kedap-kedip juga akan berdampak pada hati dan perasaan bukan ? apa jangan-jangan cara terbaik untuk menahan seorang wanita agar bertahan dan terus bersama kita adalah dengan merusak hatinya ? Yah jelas tidak, hanya laki-laki bermental Hello Kitty yang mau melakukan hal tersebut, dan hanya perempuan dengan jiwa abnormal yang mau diperlakukan seperti itu.

Bahagia adalah esensi dari frasa cinta, jika memang mencari bentuk kebahagiaan dari cinta kenapa harus ada air mata ? Kenapa harus ada pahit yang mengiringi ? Kita sedang mereguk kebahagiaan, bukan secangkir kopi. Adagium mainstream bahwa “Semua butuh pengorbanan” hanya sebuah konsensus yang dibangun dari mereka yang sudah dibudaki oleh hawa nafsu. Ingat, bahagia tidak semenyiksa itu girls.

Jadi, apa alasan terbaik saya untuk bertahan memperjuangkan orang-orang yang begitu. Saya bukan seorang filsuf yang dapat menterjemahkan bahasa non linguistik dalam sebuah kejadian menjadi sederet makna dalam kehidupan. Tapi melihat apa yang terjadi belakangan ini, bisa pecah kepala saya dibenturkan pada kenyataan penggantungan yang terjadi. Descrates adalah seorang filsuf yang otaknya diawetkan di sebuah museum melalui pemikirannya yang mengasilkan cogito ergo sum, lalu saya ? Bertahan dengan idealisme dan pemikiran-pemikiran positif tadi hanya akan membuat saya semakin terbenam, hati saya tidak terlalu besar untuk diawetkan di museum seperti otaknya Descrates.


Sudahlah sebelum dumelan saya semakin gak karuan, lebih baik saya akhiri. Sudah cukup saya dipusingkan dengan pergolakan nilai tukar Rupiah kemarin, dan foto selfie bajindul Pamela Safitri. Jadi tidak usah pusing lagi dengan urusan yang sama sekali gak penting-penting amat ini. Mungkin saatnya saya belajar jadi lelaki yang tegar, setegar dek Chelsea Islan. Keep your chin up !!!
Share this article :
+
0 Komentar untuk "Ngedumel, Tentang Menyikapi Kegagalan"