Dhika Anugerah Blog

Orangnya asik kok, gak banyak nuntut. Baca aja dulu kalo suka makasih yah kalo belum suka yah baca lagi :)

Essai Untuk Dewi

Saya mungkin lupa ini tulisan ke berapa yang saya buat untuk kamu. Sebelumnya maaf, saya harus sedikit memformalkan bahasa tulisan saya disini, bagi sebagian orang formalitas adalah sebuah bentuk keseriusan. Karena tulisan ini dibuat dengan segenap perasaan saya, maka itu saya gunakan bahasa yang formal untuk mengungkapkannya.

Terima kasih telah membuat saya lupa dengan jumlah berapa banyak tulisan saya yang terinspirasi karena kamu, diantara itu mungkin tulisan ini akan jadi yang paling vulgarm jauh lebih vulgar dari film Suster Keramas yang pernah kita bicarakan lewat telepon.

Tulisan ini saya buat pada pukul 23:30 ditengah rasa kantuk saya yang berselimut dengan bayang wajah kamu dalam otak. Belum lagi tulisan ini diketik lewat handphone sebelum akhirnya saya copy untuk dipublish di Blog ini.

Entah harus saya mulai dari mana essai ini, tapi sebelumnya mohon maaf kalau tulisan yang dimaksudkan sebagai essai ni agak sedikit berantakan. Karena sejujurnya saya bukan seorang yang pandai merapal cerita ke dalam tulisan, yang saya mampu hanyalah bagaimana cara untuk membuatmu tetap tersenyum saat matahari pagi terbit hingga ia pulang ke peraduannya.

Tak terasa 1 tahun lebih saya berada dekat dengan kamu, bahkan saya sempat mengira kalau saya hidup di dunia paralel yang ada dalam buku Shakespeare. Untuk mengenalmu lebih jauh di awal saja saya tak pernah menyangka.

Sejenak kilas balik bagaimana Allah dengan indahnya mengguratkan cerita ini pada saat awal pertama saya bertemu kamu, makhluk ciptaanNYA yang saya pikir tidak akan bisa dicari duplikasinya melalui data sensus penduduk tahun 2010 milik menteri kependudukan. Karena saya yakin kamu cuma satu dan itu terasa sangat istimewa.

Saya pernah mengatakan bahwa kamu bukan makhluk Allah yang paling cantik, tapi tetap istimewa meskipun tidak cantik. Saya tahu kamu adalah wanita dengan imunitas (sistem kekebalan tubuh) tinggi terhadap rayuan laki-laki, tapi saya yakin 1 tahun yang saya sudah lalui "bersama" kamu tidak menjadikan ini hanya sebuah rayuan belaka.

Ingat saat saya membawakan sarapan pagi ke kantor kamu ? Saya menuinggu tepat di ujung gang rumah mu, tanpa menghiraukan apa yang dikatakan boss saya nanti ketika dia tahu bahwa saya terlambat ikut meeting mingguan. Karena saya tak juga jumpa dengan kamu, maafkan saya yang tanpa tendeng aling-aling menitipkan sarapan tadi kepada satpam yang berjaga di depan kantor kamu. Saya lupa memberi tahu dirinya kalau saya hanya teman kamu, seharusnya si satpam faham akan hal itu karena dia bisa menilai dengan perspektifnya saat melihat saya.

Entah mengapa saya yakin kalau banyak hal yang kamu ingat dari saya, dan semua yang coba saya lalui dengan kamu. Boleh saya tahu ? Mana sih yang paling berkesan ? Ahhh sudahlah biar kamu simpan untuk cerita anak dan cucu mu kelak . :D

Saya mau memberikan pengakuan disini. Saya mengaku bahwa saya adalah manusia paling pamrih se Mangga Besar, karena semua hal yang saya lakukan tersebut tak lain untuk membuahkan apa yang saya inginkan. Tentu saja saya ingin apa yang saya rasakan berbalas dengan yang kamu rasakan. Mungkin saya terlalu naif jika berkata cinta disini. Tapi itu semua adalah cara saya agar apa yang saya inginkan tercapai.

Saat dulu saya mengetahui kalau kamu sudah tidak sendiri lagi (menjaga formalitas supaya gak nyebut kata "pacar"), hancur bukan main hati saya (terpaksa lebay demi formalitas). Tapi selalu saya coba tutupi, saya yakinkan diri saya bahwa dialah lelaki yang terbaik untuk kamu, bukan saya si manusia paling pamrih.

Dan pada akhirnya saya mampu bertahan dalam bayang-bayang dirinya hingga saat ini. Dimana perasaan itu masih ada dan tetap utuh.

Maaf jika saya pernah mencoba lari dari apa yang sudah ditetapkan ini. Saya hanya ingin mencoba berpaling dan mencari seseorang yang bisa menggantikan kamu dan tentu menjadi pilihan terakhir. Maaf juga kalau selama saya dekat dengan kamu tidak ada satupun kata indah yang dapat kamu kutip, saya pikir kata "absurd" akan jauh lebih menggambarkan saya ketika kamu jauh dalam rindu.

Maaf karena sudah seminggu kemarin saya menghilang tanpa kabar, padahal dua hari sebelumnya kita sangat lekat di telepon. Jujur malam-malam terhebat yang pernah saya lewati adalah dengan mendengar suara kamu lewat telepon hingga rasa kantuk menggiring saya untuk memejamkan tidur.

Maaf juga karena sempat membuat kamu kesal beberapa kali, terutama saat sinyal HP yang mendadak langka ditengah obrolan kita yang semakin absurd. Belum lagi kata-kata yang pernah saya ucapkan yang secara tidak sengaja menggores sedikit lecet di hati kamu. Tidak ada maksud dari saya untuk seperti itu, karena semua takkan merubah apapun, dan kamu tetap istimewa.

Saya yakin setiap manusia pasti ada batasnya, saya teringat dengan apa yang kamu ucapkan tentang sampai kapan saya harus berada dekat dengan kamu, dan terus mendengan cerita kamu, cerita tentang teman-teman kantor mu, cerita tentang bagaimana job desc kamu di kantor, dan juga perselisihan dengan teman kantor kantor mu yang menjengkelkan itu.

Mungkin sekarang adalah jawabnya, mulai dari sekarang saya harus sadar diri dan menghentikan itu semua. Jujur, saya tidak takut mengatakan ini, yang saya takutkan adalah saya akan kehilangan malam-malam hebat saya, malam dimana saya lalui dengan suara kamu via handphone.

Untuk seseorang yang se-istimewa kamu, saya yakin ada ribuan orang yang bisa menggantikan tugas saya untuk tetap menjadi teman absurd kamu, mendengarkan cerita tentang hari-hari kamu, dan cerita tentang bagaimana kerasnya hidup setelah kamu lulus dari seragam putih abu-abu.

Tenang kamu gak akan kehilangan saya, sehingga tak perlu berasumsi bahwa saya membenci kamu. Kamu masih bisa menghubungi saya dengan jalan yang kamu punya.

Rasanya saya harus membagi cerita-cerita tentang absurdnya hidup saya, dan lelucon kepada yang lain sebelum semua itu terasa tua. Saya berharap selepas ini tidak akan lagi kamu merasa tersakiti, dan merasa sendiri. Yakinilah bahwa dia yang kamu pilih lebih dari seseorang yang akan mendampingi kamu. Tapi dia juga harus bisa menjadi orang yang mau mendengarkan cerita kamu, setia membuat hari-hari mu selalu tampak baru sampai kamu tak sadar bahwa rambut mu sudah mulai memutih dan kulitmu sudah mulai keriput.

Ini akan terasa pahit, namun inilah kenyataan yang harus saya hadapi, Semoga essai ini tidak terlalu lebay untuk dibaca, dan terlalu lenjeh untuk dirasa. Semoga kedepannya kamu bisa sukses yah, dan gak ada lagi orang atau temen yang bikin kamu jadi KZL . :D

Jadi, sampai jumpa di keadaan yang lain yah "My Absurd"


Share this article :
+
0 Komentar untuk "Essai Untuk Dewi"